Alasan pertama
Foto di atas adalah R125 yang saya foto 2011 di Probike, Jalan Panjang
Kalau lihat harga R125, ya pantas, harga di Probike pada tahun 2011 sudah di 90 juta, menjadikan pemiliknya di Indonesia sangat sedikit. Sekarang muncul kakaknya R25 atau ya R250 yang harusnya punya posisi sebagai kakak dari R125 toh. Memang harga R125 tersebut adalah motor import dengan margin importir umum, sehingga kalau dibandingkan dengan R25 yang produksi lokal dan dikeluarkan dari YIMM tentu akan menurunkan harga secara singnifikan.
Gimana kalau R25 nya lebih murah dari adiknya R125 kan? R25 kan bakal jadi produk global juga.
Alasan kedua
Ya secara brand pun “harusnya” antara Yamaha dan Kawasaki memang lebih mahal Yamaha bukan?Coba lihat-lihat harga supersport Yamaha R6 dengan ZX6 serta R1 dengan ZX10, umumnya mahalan Yamaha.
Alasan ketiga
Bisa lebih murah kalau specnya mengalah dari Ninja 250. Coba ambil contoh Honda CBR 250R, dulu brand Honda dipandang lebih tinggi dari Kawasaki, tapi spec Honda CBR 250R harus di sesuaikan untuk compete secara harga dengan Ninja 250R.Nyatanya, kalau konsumen di Indonesia tidak lagi memandang brand Kawasaki sebagai brand kecil. Motornya sama bagusnya dan relatif sama terjaminnya kok dengan Honda, yang penting lihat spec saja.
Urusan Raja
Kalau Mbah Dukun di sini menyebutkan kalau Yamaha R25 mau menjadi raja sport 250, sebaiknya juga jadi raja secara volume penjualan.Menurut saya bukan keharusan, namanya raja, ya satu orang, atau istilahnya Lonely at the top, maksudnya kalau di posisi leveling dalam perusahaan, tentu jumlahnya makin mengerucut ke atas. Makin banyak ya semakin merakyat. Yang penting perception: Yamaha jual Raja.
Raja-raja bawaan Yamaha dari Yamaha CBU pun demikian, ya memang bukan volume yang dikejar, tapi posisi.
Walaupun memang aneh juga, kalau produksi bakal sedikit, ya tidak perlu juga buat basis produksi di Indonesia ya?
Ya… tinggal tunggu waktu saja deh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar